IMAJITARI 2019: Perluasan Tubuh dalam Film Tari
Satu di antara perkembangan seni kontemporer adalah bagaimana masing-masing medium seni melakukan perluasan mediumnya guna menjangkau kemungkinan-kemungkinan baru dalam membaca kekinian realitas yang semakin kompleks. Tidak heran, usaha-usaha artistik yang lintas disiplin serta kerja-kerja kolaboratif antara seniman yang berbeda menjadi platform yang terus tumbuh dalam praktik artistik seni kontemporer. Kemunculan film tari (dance film) sebagai sebuah genre tari, dimana koreografi melakukan perluasannya demi mendapatkan kemungkinan-kemungkinan baru yang lebih luas, baik untuk menjangkau peristiwa dan pengalaman yang metaforis, maupun dari kemungkinan mediumnya yang tidak bergantung lagi pada pembatasan ruang panggung teater. Namun dalam kerangka lintas medium, film tari memiliki determinasi yang jelas, yakni berangkat dari tari atau koreografi melalui sinematografi.
IMAJITARI sebagai sebuah perhelatan festival film tari yang diadakan oleh KomiteTari DKJ (Dewan Kesenian Jakarta), pada tahun ke-2 ini, adalah sebuah daya tahan dari sebuah perhelatan film tari yang sedang mencoba ditumbuhkan dalam konteks Indonesia. Pada perhelatan Imajitari 2019, Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta mencoba menggunakan jejaring sistem yang lebih global dalam dunia internet sehingga kami menerima kuantitas yang meningkat secara signifikan, yakni sekitar 624 karya yang masuk. Meski sebagian besar karya yang masuk secara definitif belum masuk dalam kategori film tari, pembacaan Imajitari pada 2019 terhadap peta kultur film tari secara global semakin terbuka. Beberapa fenomena karya yang masuk, beberapa pengertian tari dalam medium sinematografi adalah bagaimana tubuh itu mengalami perluasan, baik perluasan secara medium sinematografi dalam kultur digital, maupun perluasan dalam kaidah sinematografi. Beberapa perluasan tari juga mengalami perluasan dari lepasnya konteks tari dari ketergantungan terhadap panggung sehingga mendapatkan persinggungan dengan spasialitas ruang untuk menjangkau peristiwa dan pengalaman yang lebih kompleks. Fenomena perluasan tersebut, semakin melihat pembacaan terhadap film tari di era digital kekiniaan yang semakin tumbuh, bahkan menjadi karya yang bisa dibaca tidak sekedar karya film tari lagi, namun karya seni eksperimentatif secara umum. Film tari sebagai sebuah genre yang tumbuh dalam perluasannya, tidak lagi menjadi bidang seni yang sektoral, namun bisa memberikan sumbangsih penting dalam perkembangan seni-seni eksperimental yang lebih beragam.
Tidak lupa, pada Imajitari 2019 ini, adalah sebuah festival yang juga melihat didalamnya bukan sekedar sebuah ruang eksebisi atau etalase yang menampung semua karya-karya seni yang sedang berkembang. Pada tahun ini, festival Imajitari sebagai sebuah medan sosial seni juga ruang akademi dan dialog dalam mentransformasikan pengetahuan dan pembacaan perkembangan kekinian dengan menelaah dan melacak sejarah film tari secara global dan nasional. Pembacaan terhadap karya-karya yang bisa ditafsirkan sebagai usaha awal film tari, dimaksudkan sebagai usaha dari Imajitari untuk juga menumbuhkan pengertian-pengertian dan pembacaan film tari secara kekiniaan. Usaha membaca ulang jejak film tari di masa lalu, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dalam fenomena film tari di dunia global, adalah usaha membuat pengertian-pengertian film tari lebih terbuka terhadap kemungkinan praktek dan wacananya, melalui pembacaan di masa lalu yang lebih terbuka. Membaca sejarah adalah juga dalam situasi sejarah sehingga masa lalu adalah hal yang selalu terbuka. Selamat berfestival…
Tim Kuratorial Imajitari 2019
Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta
Rusdy Rukmarata
Yola Yulfianti
Programer Imajitari 2019
Akbar Yumni